Selasa, 12 Oktober 2010

ASKEP MENARIK DIRI

Bab I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilakukekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum.Asuhan keperawatan pada Isoslasi sosial (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatantentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkanmenjadi pendekatan proses keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial
2. Rentang Respons Isolasi Sosial
3. Penyebab Isolasi Sosial
4. Pohon Masalah Isolasi Sosial
5. Masalah Keperawatan Isolasi Sosial
6. Data Yang Perlu Dikaji pada Pasien dengan Isolasi Sosial
7. Rencana tindakan keperawatan. Isolasi Sosial
8. Auhan Keperawatan Isolasi Sosial
9. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Menjelaskan Tanda dan Gejala Isolasi Sosial
2. Untuk Menjelaskan Rentang Respons Isolasi Sosial
3. Untuk Menjelaskan Penyebab Isolasi Sosial
4. Untuk Menjelaskan Pohon Masalah Isolasi Sosial
5. Untuk Menjelaskan Masalah Keperawatan Isolasi Sosial
6. Untuk Menjelaskan Data Yang Perlu Dikaji pada Pasien dengan Isolasi Sosial
7. Untuk Menjelaskan Rencana tindakan keperawatan. Isolasi Sosial
8. Untuk Menjelaskan Auhan Keperawatan Isolasi Sosial
9. Untuk Menjelaskan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka, diskusi kelompok dan browsing internet


















Bab II
KONSEP DASAR

A. Pengertian Isolasi Sosial
• Suatu sikap di mana individu menhidari diri dari interaksi dengan orang lain.individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan,pikiran,prestasi,atau kegagalan.ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain,yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang,2007).
• Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 1993).
• Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes RI, 2000).
• Merupakan upaya untuk menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karna merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan denga mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007).
• Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karna orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Townsend, 1998).
• Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri (Townsend, 1998).
• Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya (Stuart dan sundeen, 1998).

B. Tanda dan gejala Isolasi Sosial
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial.
• Kurang spontan.
• Apatis (acuh terhadap lingkungan ).
• Ekspresi wajah kurang berseri.
• Tidak merawat diri dan tidak memperhatian kebersihan diri.
• Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
• Mengisolasi diri.
• Tidak atau kurang sadar terhadap sekitarnya.
• Asupan makanan dan minuman terganggu.
• Retensi urine dan feses.
• Aktivitas menurun.
• Kurang energy(tenaga)
• Rendah diri.
• Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).
Perilaku ini biasanya di sebabkan karana seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi degan orang lain.bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut,maka akan meyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko tinggi menceriderai diri, orang lain bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri . Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (Koping individu tidak efektif). Peranan kaluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (Koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.

C. Rentang Respons
Respon Adaptif
Respon Maladaptif

• Menyendiri
• Otonomi
• Bekerja sama
• Interdependen • Merasa sendiri
• Depedensi
• Curiga • Menarik diri
• Ketergantungan
• manipulasi
• curiga
Gambar 3.1. rentang respons isolasi sosial Sumber townsend

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial.
• Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut Ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan untuk ,merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
• Respons maladaptif
Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptive.
a. Menarik diri, seseorang yan g mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
d. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

D. Penyebab Isolasi Sosial
1} Factor Predisposisi
• Factor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

Tabel 3.1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal.
Tahap perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa prasekolah Belajar,menunjukan inisiatif rasa tanggung jawab,dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi,bekerja sama, dan berkompromi
Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesame jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung pada orang tua
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orangtua dan teman ,mencari pasangan,menikah,dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterkaitan dengan budaya
Sumber: stuart dan sundeen (1995),hlm.346

• Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam wktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dengan keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
• Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu factor pendukung tejadinya gangguan dalam berhubungan sosial.hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah dianut keluarga,dimana setip anggota keluarga produktif seperti usia lajut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
• Factor biologis
Factor biologis juga merupakan merupakan salah satu factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal .

2). Factor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh factor internal dan eksternal seseoranng.faktor stressorprespitasi dapat dikelompokan sebagai berikut .
• Factor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya,yaitu stress yang ditimbulkan oleh factor sosial budaya seperti keluarga.
Contohnya adalah stresor psikologis,yaitu stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan indavidu untuk mengatasinya.ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan induvidu.

E. Pohon Masalah
Risti Mencederai diri, Orang Lain, dan Lingkungan


Defisit Perawatan Diri PPS Halusinasi



Intilerasni Aktivitas
Isolasi Sosial


Harga Diri Rendah Kronis


Kooping Individu tak Efektif
F. Masalah Keperawatan
1. Isolasi Sosial.
2. Harga Diri Rendah Kronis
3. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
4. Koping Individu Tidak Efektif..
5. Intoleransi Aktivitas.
6. Defisit Perawatan Diri.
7. Resiko tinggi meceriderai diri,orang lain,dan lingkungan.

G. Data Yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Isolasi sosial Subjektif:
a. Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain
b. Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta sendirian
c. Klien mengatan tidak mau berbicara dengan orang lain
d. Tidak mau berkomunikasi
e. Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui keterbatasan klien (suami,istri,anak,ibu,ayah,atau teman dekat)

Objektif:
a. Kurang spontan
b. Apatis(acuh terhadap lingkungan ).
c. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
d. Tidak ada atau kurang kominikasi verbal
e. Mengisolasi diri
f. Tidak ada atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
g. Asupan makanan dan minuman terganggu .
h. Retensi urine dan feses .
i. Aktivitas menurun.
j. Kurang berenergi atau bertenaga .
k. Rendah diri.
l. Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus atau janin(khususnya pada posisi tidur).

H. Rencana Tindakan Keperawatan.
1. Tindakan Keperawatan Untuk Klien.
o Membina hubungan saling percaya.
o Menyadari penyebab isolasi sosial.
o Mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain. secara bertahap.

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial
b. Tindakan: Melatih keluarga merawat pasien isolasi social
Keluarga merupakan system pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi di rumah meliputi :
1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan tentang :
• Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
• Penyebab isolasi sosial.
• Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
- Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
- Memberi semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien lain dan memberikan pujian yang wajar.
- Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah
- Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3. Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4. Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah di pelajari, mendiskusikan yang dihadapi.
5. Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga.



















Bab III
PEMBAHASAN

A. KASUS
Ny Elisabeth ( 19 th ) dirawat di RSJ Pekalongan dengan riwayat di rumah sudah 5 minggu tidak mau keluar rumah dan hanya mengurung diri di kamar. Hasil pengkajian di dapatkan data 3 bulan sebelum masuk rumah sakit jiwa,ia tidak lulus sekolah dan selalu di ejek oleh temannya,Ny Elisabet terlihat kotor,dan kadang berbicara sendiri.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
DS : ia tidak lulus sekolah dan selalu di ejek oleh temannya,
DO : Ny Elisabet terlihat kotor,dan kadang berbicara sendiri.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko perubahan sensori persepsi
b) Risti Mencederai diri, Orang Lain, dan Lingkungan
c) PPS Halusinasi
d) Defisit Perawatan Diri
e) Intilerasni Aktivitas
f) Isolasi Sosial
g) Harga Diri Rendah Kronis








Bab IV
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERWATAN

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PASIENSp1

B. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :-
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien mampu mengenal penyebab menarik diri
c. Klien mampu mengenal keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri.
4. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a. Beri salam setiap berinteraksi
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klient
d. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
e. Tanyakan perasaan klient dan masalah yang dihadapi klient

C. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan
1. Orientasi (Perkenalan)
Saya Lilik … saya senang dipanggil Ibu Lilik … saya perawat di ruang Mawar ini … yang akan merawat ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan Elisabet hari ini?” bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman Elisabet? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau diruang tamu? Mau berapa lama, Elisabet? Bagaimana kalau 15 menit”

2. Kerja
“Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan Elisabet? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Elisabet? Apa yang membuat Elisabet jarang bercakap-cakap (Jika pasien sudah lanlu dirawat)
“Apa yang Elisabet rasakan selama Elisabet dirawat disini? O… Elisabet merasa sendirian? Siapa saja yang Elisabet kenal diruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa Elisabet lakukan dengan teman yang Elisabet kenal?” “Apa yang menghambat Elisabet dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
“Menurut Elisabet apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) nah kalau kerugiannya tidak mempunyai teman apa ya Elisabet? Ya, apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah Elisabet belajar bergaul dengan orang lain?
“Bagus. Bagaimana kalu sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain” “ Begini lho Elisabet, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita semua suka asal kita dan hobi. Contoh: nama saya Elisabet, senang dipanggil Elis. Asala saya dari Bireun, hobi memasak” “ selanjutnya Elisabet menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asal dari mana/ hobinya apa?”
“Ayo dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Elisabet. Coba berkenalan dengan saya!
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah Elisabet berkenalan dengan orang tersebut Elisabet bias melanjutkan percakapannya tentang hal-hal yang menyenangkan Elisabet bicarakan misalnya, tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

3. Terminasi :
“Bagaimana perasaan Elisabet setelah kita latihan berkenalan?”
“Elisabet sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
“ Selanjutnya Elisabet dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada… sehingga Elisabet lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Elisabet mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mecobanya. Mari kira masukkan pada jadual kegiatan harianya.”
“Besuk pagi jam 10 saya akan dating kesini untuk mengajak Elisabet berkenalan dengan teman saya, perawat Nisa. Bagaimana, Elisabet mau kan?”
Baiklah, sampai jumpa. Assalamu`laikum





















STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN Sp 2

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :-
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan Khusus :
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan orang lain.
c. Membantu pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan orang lain.
c. Membantu pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

B. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan
1. Orientasi
“Assalamu`alaikum Elisabet!”
“Bagaimana perasaan Elisabet hari ini?
Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan, Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan suster!
Bagus sekali, Elisabet masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak Elisabet mencoba berkenalan dengan teman saya perawat Nisa. Tidak lama kok, sekitar 10 menit,... Ayo kita temui perawat Nisa disana.

2. Kerja
(Bersama-sama Elisabet saudara mendekati perawat Nisa)
Selamat pagi perawat Nisa, ini ingin berkenalan dengan Nisa ..
Baiklah Elisabet, Elisabet bisa berkenalan dengan perawat Nisa seperti yang kita praktekkan kemarin
(Pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat Nisa : memberi salam, menyebutkan nama menanyakan nama perawat dan seterusnya)
Ada lagi yang Elisabet ingin tanyakan kepada perawat Nisa. Coba tanyakan kepada keluarga perawat Nisa
Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan. Elisabet bisa sudahi perkenalan ini. Lalu Elisabet bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat Nisa, misalnya jam 1 siang nanti,.. baiklah perawat Nisa, karena Elisabet sudah selesai berkenalan, saya dan Elisabet akan kembali keruangan Elisabet Selamat pagi,
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat Nisa untuk melakukan terminasi dengan Elisabet di tempat lain)

3. Terminasi :
“Bagaimana perasaan Elisabet setelah berkenalan dengan perawat Nisa” “Elisabet tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
“Pertahankan terus apa yang sudah Elisabet lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topic lain supaya perkenalan berjalan lancer. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau mencoba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadualnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti, Elisabet coba sendiri. Besuk kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besuk.








STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN Sp 3

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :-
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan Khusus :
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih.
c. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih.
c. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

B. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan
1. Orientasi :
Assalamua`alaikum Elisabet! Bagaimana perasaan hari ini?
“Apakah Elisabet bercakap-cakap dengan perawat Nisa kemarin siang”
(jika jawaban pasien : ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain “Bagaimana perasaan Elisabet setelah bercakap-cakap dengan perawat Nisa kemarin siang” “Bagus sekali Elisabet menjadi senang karena punya teman lagi?”
“Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien Olif seperti biasa kira-kira 10 menit “
mari kita temui dia diruang makan”

2. Kerja :
(Bersama-sama Elisabet saudara mendekati pasien)
“Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan”
Baiklah Elisabet, Elisabet sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah Elisabet lakukan sebelumnya.
(Pasien mendemontrasikan cara berkenalan : memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama).
Ada lagi yang Elisabet ingin tanyakan kepada Olif
Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan. Elisabet bisa sudahi perkenalan ini. Lalu Elisabet bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat Nisa, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti
(Elisabet membuat janji untuk bertemu kembali dengan Olif)
Baiklah Olif, karena Elisabet sudah selesai berkenalan, saya dan Elisabet akan kembali keruangan Elisabet Selamat pagi,
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat Olif untuk melakukan terminasi dengan Elisabet di tempat lain)

3. Terminasi :
“Bagaimana perasaan Elisabet setelah berkenalan dengan perawat Olif” “Elisabet tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
“Pertahankan terus apa yang sudah Elisabet lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan Olif jam 4 sore nanti.”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan bercakap-cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari Elisabet dapat berbincang bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, Elisabet bisa bertemu dengan Nisa, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal selanjutnya Elisabet bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana setuju kan?
“Baiklah, besuk kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman Elisabet. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besuk … Assalamu`alaikum”



STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA SPk 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :-
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan Khusus :
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial.

B. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan
1. Orientasi
“Assalamu`alaikum pak”
“Perkenalkan saya perawat Lilik, saya yang merawat, anak bapak, Elisabet, di ruang Mawar “Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak Elisabet sekarang?
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak bapak dan cara perawatannya”
“Kita diskusi disini saja ya? Berapa lama bapak punya waktu?
Bagaimana kalau setengah jam?

2. Kerja:
Apa masalah yang bapak ibu hadapi dalam merawat Elisabet? Apa yang sudah dilakukan?” .
Masalah yang dialami oleh anak Elisabet disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”
Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk.
Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang terdekat.
Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.
Untuk menghadapi keadaan yang demikian bapak dan anggota keluarga lainnnya harus sabar mengahadapi Elisabet. Dan untuk merawat Elisabet, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan Elisabet yang caranya adalah bersikap peduli dengan D dan jangan ingkar janji. Kedua keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada Elisabet untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilan pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.
Selanjutnya jangan biarkan Elisabet sendiri, buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan Elisabet. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.
Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu. Begini contoh komunikasinya pak Elisabet bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangannya juga lumanyan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu. Nak coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau dirumah sakit ini, kamu sholat dimana? Kalau nanti dirumah kamu sholat bersama-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagaimana D kamu mau coba kan nak?
Nah sekarang bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan
Bagus pak, bapak telah memperagakan dengan baik sekali
“Sampai disini ada yang ditanyakan pak”

3. Terminasi :
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi?”
coba bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang mengalami isolasi sosial
selanjutnya bisa bapak lanjutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial
bagus sekali pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut, nanti kalau ketemu Elisabet coba Bapak Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama.
Bagaimana kalau kita ketemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada Elisabet?, kita ketemu disini saja ya pak. Pada jam yang sama,
“Assalamu`alaikum”

















STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA SPk 2

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :-
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan Khusus :
a. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
b. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat lansung kepada pasien isolasi sosial.
4. Tindakan Keperawatan
a. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
b. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat lansung kepada pasien isolasi sosial.

B. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan
1. Orientasi :
“Assalamu`alaikum Pak/Bu
“Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
“Bapak masih ingat latihan merawat anak bapak seperti yang kita pelajari beberapa hari yang lalu?”
“Mari mempraktekkan langsung ke Elisabet! Berapa lama waktu Bapak/Ibu baik kita akan coba 30 menit.”
“Sekarang mari kita temui Elisabet”

2. Kerja :
“Assalamu`alaikum Elisabet. Bagaimana perasaaan Elisabet hari ini?”
“Bapak/ Ibu Elisabet dating besuk beri salam! Bagus tolong Elisabet tunjukkan jadwal kegiatanya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nag pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(saudara mengoberservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)
“Bagaimana perasaaan Elisabet setelah berbincang-bincang dengan orang tua Elisabet?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu “
(saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)

3. Terminasi :
Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada Elisabet,
Tiga hari lagi kita akan bertemu utnuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang pak.
Assalamu`alaikum














STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA SPk 3

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :-
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan Khusus :
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

B. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan
1. Orientasi
Assalamu`alaikum Pak/Bu
Karena besok sudah boelh pulang maka perlu kita bicarakan perawatan dirumah
Bagaimana kalu kita membicarakan jadwal Elisabet tersebut disni saja
“Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?

2. Kerja :
“Bapak/ Ibu ini jadwal Elisabet selama dirumah sakit. Coba dilihat mungkinkah dilanjutkan dirumah? Di rumah Bapak/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya itu.
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang menampilkan oleh anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau Elisabet terus menerus tidakmau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di puskesmas Indara Puri. Puskesmas terdekat dari rumah bapak. Ini nomor telpon puskemasnya: (0651) 554xxx
“Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan Elisabet selama di rumah”

3. Terminasi :
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadual kegiatan harian Elisabet untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa control ke PKM sebelum minum obat habis atau ada gejala yang nampak. Silahkan selesaikan admistrasinya!”






















Bab V
PENUTUP

Kesimpulan




























DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa hizofrenia, FKUI; Jakarta
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I. Jakarta : EGC

ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri secara mandiri.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk membahas tentang Defisit Perawatan Diri
2. Untuk Pengetahuan Dasar Praktek Lapangan
3. Untuk membahas Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Defisit Perawatan Diri

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini menggunakan penulisan metode studi pustaka, diskusi kelompok dan browsing internet.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
Defisit Perawatan Diri adalah Suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri secara mandiri.

B. Jenis–jenis Perawatan Diri
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.

4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).

C. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik.
2. Penurunan kesadaran.
Menurut Depkes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain–lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.



Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor disertai mulut bau.
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang .
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat

E. Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi

F. Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.

G. Pohon Masalah
Resiko tinggi isolasi




Harga diri rendah Kronis

H. Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu:
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri.
3. Isolasi Sosial.

I. Data yang perlu Dikaji
Masalah Perawatan Data yang perlu Dikaji
Defisit perawatan diri Subjektif
• Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin atau di RS tidak tersedia alat mandi.
• Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
• Klien mengatakan ingin di suapi makan.

• Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK atau BAB.
Objektif
• Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, dan berbau, serta kuku panjang dan kotor.
• Ketidakmampuan berapakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (wanita).
• Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri…….
• Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK




J. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tujuan
Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK
2. Tindakan Keperawatan untuk Klien
a. Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri yang meliputi mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK secara mandiri.
b. Memberikan latihan cara melakukan mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK secara mandiri.
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri.
3. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Klien
Keluarga dapat meneruskan melatih klien dan mendukung agar kemampuan klien dalam perawatan dirinya meningkat. Serangkaian intervensi ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh klien agar dapat menjaga kebersihan diri.
b. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat dan membantu klien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang telah disepakati)
c. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam merawat diri.









BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus
An.Cinta umur 15 tahun dibawa ke RSJ Magelang karena menurut keluarga An.Cinta sudah 1 bulan ini tidak mau makan, tidak mau mandi, gosok gigi, dan menata rambut. Hal ini dialami An.Cinta sejak diputuskan oleh pacarnya.

B. Analisa Kasus
Pada kasus An.Cinta masalah dimulai sejak An.Cinta diputuskan oleh pacarnya. Hal tersebut membuat An.Cinta mengalami harga diri rendah kronis dengan kata lain putus cinta merupakan faktor pencetus atau presipitasi dari masalah harga diri rendah kronis. Dari kasus tidak kami temukan faktor predisposisi, sehingga kami mengambil bahwa tidak adanya dukungan keluarga sebagai faktor predisposisi. Jika di lapangan ditemukan kasus seperti An.Cinta kami perlu pengkajian lebih lanjut menemukan faktor predisposisi.
Pokok masalah dari kasus An.Cinta yang dapat kami diskusikan, sebagai berikut :

Resiko Tinggi Isolasi Sosial

Tidak mau makan, mandi, gosok gigi,
menata rambut.

Harga diri rendah kronis putus cinta

Kesimpulan masalah keperawatan yang mungkin muncul :
1. Harga diri rendah kronis.
2. Defisit perawatan diri.
3. Resiko tinggi isolasi sosial.
Dari ketiga masalah keperawatan tersebut, kami mengambil diagnosa keperawatan defisit perawatan diri masalah utama An.Cinta, yang kemudian dibuat strategi pelaksanaan .

Tanda dan Gejala
a. Mandi/Higiene
An.Cinta mengalami ketidaksamaan dalam membersihkan badan, dan memperoleh perlengkapan untuk mandi.
b. Berhias
An.Cinta mempunyai kelemahan dalam mengenakan atau melepaskan pakaian atau berhias (menyisir rambut).
c. Makan
An.Cinta mempunyai ketidakmampuan dalam keinginan untuk makan

Faktor presipitasi : diputus pacarnya.
Faktor presdisposisi : tidak ada dukungan keluarga.

Masalah Defisit perawatan diri yang mungkin muncul :
 Tidak mau makan
 Masalah Higiene (tidak mau mandi dan gosok gigi).
 Tidak mau berhias

Pohon Masalah

Resiko Tinggi Isolasi Sosial

Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah (diputus pacarnya)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Defisit Perawatan Diri
Pertemuan : Ke – I (pertama)

A. Proses Keperawatam.
1. Kondisi klien :
Klien sudah satu bulan tidak mau makan, tidak mau mandi dan tidak mau menata rambut.
2. Diagnosa Keperawatan : Defisit Perawatan Diri.
3. Tujuan khusus/SP I.
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteri sebagai berikut :
1. Ekspresi wajah bersahabat
2. Menunujukan rasa senang
3. Klien bersedia berjabat tangan
4. Klien bersedia menyebutkan nama
5. Ada kontak Mata
6. Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7. Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya
b. Mengidentifikasi kebersihan diri, berdandan, dan makan.
c. Menjelaskan pentingya kebersihan diri.
d. Menjelaskan peralatan yang digunakan untuk menjaga kebersihan diri dan cara melakukan kebersihan diri.
e. Memasukkan dalam jadwal kegiatan klien.
4. Rencana tindakan keperawatan.
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
4. Jelaskan tujuan peremuan
5. jujur dan menempati janji
6. tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar klien
b. Identifikasi kemampuan klien dalam melakukan kebersihan diri, berdandan, dan makan.
c. Jelaskan pentingnya kebersihan diri dengan cara memberikan penjelasan terhadap pentingnya kebersihan diri, selanjutnya minta klien menjelaskan kembali pentingnya kebersihan diri.
d. Jelaskan peralatan yang dibutuhkan dan cara membersihkan diri, dengan tahapan tindakan berikut.
1. Jelaskan alat yang dibutuhkan dan cara membersihkan diri
2. peragakan cara membersihkan diri dan mempergunakan alat untuk membersihkan diri
3. Minta klien untuk memperagakan ulang alat dan cara kebersihan diri
e. Memasukkan dalam jadwal kegiatan klien.

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik.
“Assalamualaikum … Boleh saya kenalan dengan adik?
Nama saya … adik boleh panggil saya … saya mahasiswa keperawatan … saya sedang praktek disini. Kalau boleh saya tahu nama adik siapa, dan senangnya dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/Validasi
c. Kontrak
2. Topik : “Apakah adik tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya? Menurut adik sebaiknya kita ngobrol tentang apa? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang kebersihan diri?”
3. Waktu : “Berapa lama kira-kira bisa ngobrol? Adik maunya berapa menit?bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
4. Tempat : “Dimana kita duduk? Diteras, dikursi panjang itu, atau dimana?”

2. Kerja
“Berapa kali adik membersihkan diri dalam sehari?”
“Apakah adik suka berdandan?”
“Alat apa yang adik gunakan pada saat makan, menggunakan sendok atau tangan?”
“Apakah adik tahu pentingya kebersihan diri?”
“Bagaimana cara adik menjaga kebersihan diri?”
“Apakah adik tahu tentang alat-alat yang digunakan untuk membersihkan diri?”
“Bagaimana cara adik membersihkan diri?”
“Pertama lepaskan seluruh baju yang dikenakan, lalu siramkan pada seluruh bagian tubuh dan bilas sampai bersih. Setelah itu menggosok gigi, keringkan badan dengan handuk dan ganti pakaian dengan pakaian bersih.”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan adik dengan obrolan kita tadi? Adik merasa senang tidak dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi Objektif
“Setelah kita berdiskusi panjang lebar, sekarang coba adik simpulkan pembicaraan kita tadi? Coba sebutkan cara menjaga kebersihan diri?”
c. Rencana tindak lanjut
“kalau adik sudah tahu cara membersihkan diri, nanti saat jam 10.00 coba adik praktek penjelasan saya tadi?”

d. Kontrak yang akan datang :
1. Topik : “Adik, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang bagaimana cara menjaga kebersihan mulut?”
2. Waktu : “Kira-kira waktuya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”
3. Tempat : “Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok dimana ya, apa masih disini atau cari tempat lain? Sampai jumpa.”

Masalah : Defisit Perawatan Diri
Pertemuan : Ke -2 (dua)
Hari/tanggal :
Waktu :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien :
Klien sudah satu bulan tidak mau makan, tidak mau mandi dan tidak mau menata rambut.
2. Diagnosa Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
3. Tujuan Khusus/SP 2
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara mandi yang benar
c. Membantu pasien mempraktekan cara makan yang baik
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
4. Tindakan Keperawatan
a. Jelaskan cara mempersiapkan mandi
b. Jelaskan cara mandi yang benar
c. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari yang sudah dilatih
d. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terupeutik
“Assalamualaikum Cinta, sesuai janji saya kemarin sekarang saya datang lagi.”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan cinta hari ini?”Apakah cinta masih ingat tanda-tandanya bersih?”Apakah sudah dipakai yang telah kita latih kemarin? Bagaimana hasilnya?”
c. Kontrak
1. Topik : “sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berdiskusi tentang cara mandi yang benar.”
2. Waktu : ”Mau berapa lama kita berbincang-bincang? 15 menit saja cukup?”
3. Tempat : “Tempatnya mau dimana cinta? Baiklah disini saja.”

2. Fase Kerja
“Menurut cinta kalau mandi itu kita harus gimana? Sebelum mandi apa yang perlu kita persiapkan? Benar sekali. Cinta perlu menyiapkan pekaian ganti, handuk, sikat gigi, sampo, sabun dan sisir. Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi. Saya akan membimbing cinta melakukannya. Sekarang cinta siram seluruh tubuh cinta termasuk rambut lalu ambil sampo dan gosokan pada kepala cinta sampai berbusa, setelah itu bilas sampai bersih. Bagus sekali. Selanjutnya ambil sabun, gosokan diseluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol. Gosok seluruh gigi. Giginya disikat mulai dari depan sampai belakang, dan arahnya dari arah atas ke bawah. Lalu kumur-kumur sampai bersih, terakhir siram lagi seluruh tubuh, sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. Cinta bagus sekali melakukannya. Selanjutnya cinta pakai baju dan sisir rambutnya dengan baik.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan cinta setelah mandi dan mengganti pakaian?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba cinta sebutkan lagi bagaimana cara-cara mandi yang baik seperti yang sudah cinta lakukan tadi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Nanti cinta lakukan secara mandiri, sesuai jadwal yang sudah kita buat.”
d. Kontrak
1. Topik : “Besok kita ketemu untuk mendiskusikan jadwal kegiatan cinta terkait dengan kemampuan cinta dalam merawat diri”
2. Waktu : “Cinta mau ketemu jam berapa?”
3. Tempat : “Kira-kira cinta mau ketemu dimana?

Masalah : Defisit Perawatan Diri
Pertemuan : Ke – 3 (tiga)
Hari/tanggal :
Waktu :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sudah satu bulan tidak mau makan, tidak mau mandi dan tidak mau menata rambut.
2. Diagnosa Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
3. Tujuan Khusus/SP 3
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara makan yang baik
c. Membantu pasien mempraktekan cara makan yang baik
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
4. Tindakan Keperawatan
a. Jelaskan cara mempersiapkan makan
b. Jelaskan cara makan yang tertib
c. Jelaskan merapikan peralatan makan setealah makan
d. Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
e. Menyusun Jadwal aktivitas sehari – hari, sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih
f. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terupeutik
“Assalamualaikum Cinta, sesuai janji saya kemarin sekarang saya datang lagi.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan Cinta hari ini?” Apakah berdandan sudah dilakukan tiap hari?”
c. Kontrak
1. Topik : “Hari ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik”
2. Waktu : “Kita latihan selama satu jam”
3. Tempat : “Langsung di ruang makan ya Cinta…!”
2. Fase Kerja
“ Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setalah makan ? Dimana Cinta makan ?”. “Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktikkan” . “Bagus”
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. “ Silakan Cinta yang pimpin. Bagus…”. “ Mari kita makan… saat makan kita harus menyuap makanan dengan pelan – pelan. Ya, mari kita makan…”.
“ Setelah makan kita bereskan piring dan gelas yang kotor. Ya betul… dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana Cinta setelah kita makan bersama – sama.”
b. Evaluasi Objektif
“Ayo, coba sebutkan lagi cara – cara makan yang benar.” Bagus.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Setelah makan apa yang sebaiknya kita lakukan.” “Hari–hari berikutnya saya berharap Cinta melakukan cara tadi dengan baik.”
d. Kontrak
1. Topik : “Besok kita ketemu untuk mendiskusikan jadwal kegiatan dalam kemampuan berdandan.”
2. Waktu : “Cinta mau ketemu jam berapa?”
3. Tempat : “Kira – kira Cinta mau ketemu dimana ?”

Masalah : Defisit Perawatan Diri
Pertemuan : Ke – 4 (empat)
Hari/tanggal :
Waktu :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sudah satu bulan tidak mau makan, tidak mau mandi dan tidak mau menata rambut.
2. Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan diri
3. Tujuan Khusus / SP 4
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara berdandan
c. Membantu pasien mempraktekkan dalam jadwal
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
4. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Jelaskan cara berdandan
c. Bantu pasien mempraktekkan cara berdandan
d. Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Teraupeutik
“Assalamualaikum, adik…. masih ingat saya? adik masih senang dipanggil dengan sebutan …?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan adik saat ini? Bagaimana, apakah jadwal kegiatan yang kemarin dilakukan?”


c. Kontrak
1) Topik : “Sesuai janji kita hari ini kita akan latihan berdandan agar adik tampak rapih dan cantik”
2) Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa latihan berdandan? Adik maunya berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?”
3) Tempat : “Dimana kita bisa latihan berdandan? Bagaimana kalau dikamar saja?”
2. Kerja
“Bagaimana cara adik berdandan? Apakah dengan menyisir rambut? Bagaimana cara adik menyisir rambut ?”
“Apa kebiasaan adik dalam berdandan?”
“Apakah adik biasa memakai bedak?”
“Nah, sekarang kita praktikan ya, mulai dengan mengganti pakaian, bagus. Sekarang menyisir rambut ya… bagus sekali … , selanjutnya merias muka, ya bagus. Adik sekarang sudah nampak cantik.”
“Saya jelaskan bahwa ganti baju sebaiknya dilakukan dua kali dalam sehari, menyisir rambut setelah mandi, memakai bedak dilakukan setelah mandi.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan adik setelah belajar berdandan?”
b. Evaluasi objektif
“Untuk berdandan caranya bagaimana?”
c. Rencana tindak lanjut
“Hari-hari berikutnya, saya harap ibu sudah bisa berdandan dengan baik”
d. Kontrak yang akan datang
“Baik, besok kita bertemu lagi. Adik mau kita bertemu dimana? jam berapa?”

SP KELUARGA

Masalah : Defisit Perawatan Diri
Pertemuan : Ke – 1 (pertama)
Hari/tanggal :
Waktu :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien tidak mau makan, tidak mau mandi, gosok gigi dan menata rambut.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri
3. Tujuan Khusus / SPK1
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan pengertian tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara – cara merawat pasien defisit perawatan diri.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga.
b. Menjelaskan :
1) Pengertian defisit perawatan diri
2) Tanda dan gejala defisit perawatan diri
3) Jenis – jenis perawatan diri
4) Jenis defisit perawatan diri yang dialami oleh pasien
c. Menjelaskan cara –cara merawat pasien defisit perawatan diri



B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi bapak.” Saya perawat … yang merawat anak bapak.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ?” apa pendapat bapak tentang anak bapak Cinta?”
c. Kontrak
1) Topik : “Hari ini kita akan berdiskusi tentang masalah yang Cinta alami dan bantuan apa yang bisa bapak berikan”
2) Waktu : “Waktunya 15 menit cukupkan?”
3) Tempat : “Tempatnya di sini saja ya pak?”
2. Fase Kerja
“Selama ini apa yang dilakukan oleh Cinta dalam merawat diri?”
“Perilaku yang ditunjukkan oleh Cinta itu dikarenakan gangguan jiwanya yang membuat klien tidak mempunyai minat untuk mengurus diri sendiri.”
“Bapak, apakah selama ini dalam merawat Cinta, bapak menemukan kesulitan?”kalau ada apa saja pak?”….
“Pada dasarnya Cinta mengalami masalah defisit perawatan diri.”
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan, kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri, seperti mandi, berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toiletting)



Tanda dan gejala defisit perawatan diri antara lain :
a. Mandi : Seseorang dikatakan mengalami DPD jika mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan.
b. Berpakaian / Berhias : Seseorang dikatakan mengalami DPD jika tidak memiliki kemampuan untuk memakai pakaian, memilih pakaian, mempertahankan, penampilan pada tingkat yang memuaskan
c. Makan : Seseorang dikatakan mengalami DPD jika tidak mempunyai kemampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan, mengunyah makanan, mendapatkan makanan / dengan kata lain tidak ada kemauan untuk makan.
d. BAB/BAK (Toileting) : Seseorang dikatakan mengalami DPD jika memiliki keterbatasan/ketidakmampuan dalam mendapatkan kamar kecil, duduk/bangkit dari jamban, membersihkan diri setelah BAB/BAK secara tepat dan menyiram toilet/kamar mandi.
Jenis-jenis defisit perawatan diri seperti yang telah saya sebutkan tadi, yaitu : Mandi, berpakaian/berhias, makan, BAB/BAK (Toiletting)
Dari tanda-tanda yang dialami anak bapak, anak bapak mengalami DPD dalam tiga hal yaitu : mandi, berpakaian, makan.
“Kalau Cinta Kurang motivasi dalam merawat diri apa yang bapak lakukan ?” Bapak perlu juga memperhatikan alat – alat kebersihan diri yang dibutuhkan oleh Cinta seperti handuk, baju ganti, sikat gigi, sampo, dan alat kebersihan lainnya. Bapak juga perlu mendampinginya saat merawat diri sehingga dapat diketahui apakah Cinta sudah bisa mandiri / mengalami hambatan dalam melakukannya.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah bercakap – cakap?”
b. Evaluasi Objektif
Coba bapak sebutkan lagi apa saja yang harus diperhatikan dalam membantu Cinta dalam merawat diri
c. Rencana Tindak Lanjut ( RTL )
“Mulai sekarang cobalah bapak mendampingi dan membantu Cinta saat membersihkan diri”
d. Kontak
Topik : “Baiklah bapak tiga (3) hari lagi saya akan datang lagi. Kita akan mendiskusikan tentang hasil yang sudah dicapai Cinta dan saya akan melatih bapak dalam mempraktikan cara merawat Cinta.
Waktu : “Mau jam berapa kita mau bertemu bapak?” ya baiklah jam 09.00 WIB saja
Tempat : “ Tempatnya disini saja ya pak”.

Masalah : Defisit Perawatan Diri
Pertemuan : Ke – 2 (kedua)
Hari/tanggal :
Waktu :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien tidak mau makan, tidak mau mandi, gosok gigi dan menata rambut.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
3. Tujuan khusus / SPK2
a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien defisit perawatan diri
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri
4. Tindakan keperawatan
Mempraktekan cara merawat pasien defisit perawatan diri langsung terhadap pasien

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalmualaikum, bapak” sesuai janji saya tiga hari yang lalu sekarang saya datang lagi”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? apakah bapak sudah membantu dan mendampingi Cinta saat membersihkan diri?”
c. Kontrak
1) Topik : “Hari ini kita akan berlatih cara merawat anak bapak dan mempraktekan secara langsung”
2) Waktu : “Waktunya 30 menit ya pak?”
3) Tempat : “Tempatnya di sini saja ya pak?”
2. Fase Kerja
“Sekarang kita akan berlatih cara menyuap anak bapak, merapikan dan memandikan”
“ Caranya seperti ini pak ……”
“ Bagaimana bapak, apakah sudah paham ?”
“ Coba bapak pratekkan !”
“ Betul pak seperti itu, bapak sudah bisa”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berlatih tadi?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba bapak praktekkan lagi !”
“Bagus sekali bapak sudah bisa”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Mulai sekarang bapak praktekkan cara merawat Cinta seperti yang saya ajarkan tadi”
d. Kontrak
1. Topik : “Baiklah bapak, tiga hari lagi saya akan datang, kita akan berbincang – bincang tentang cara menyusun jadwal kegiatan Cinta di rumah termasuk minum obat dan apa yang harus bapak lakukan setelah Cinta pulang”
2. Waktu : “Mau jam berapa pak kita ketemu?”
3. Baiklah kita ketemu jam 09.00 ?
4. Tempat : “Tempatnya mau dimana pak?” Bagaimana kalau di sini saja?”“ Baiklah bapak, 3 hari lagi saya akan datang”
“ Senang bisa membantu bapak”

Masalah : Defisit Perawatan Diri
Pertemuan : Ke – 3 (ketiga)
Hari/tanggal :
Waktu :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien tidak mau makan, tidak mau mandi, gosok gigi dan menata rambut.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
3. Tujuan Khusus / SPK 3
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
b. Membantu keluarga membuat jadwal minum obat
c. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi bapak, sesuai janji saya. Sekarang saya datang lagi.”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini?” apakah bapak sudah mempraktekkan cara – cara yang kita berlatih 3 hari yang lalu?”



c. Kontrak
1. Topik : “Hari ini kita akan berbincang-bincang tentang jadwal aktivitas di rumah dan jadwal minum obat untuk Cinta serta tindakan untuk Cinta setelah pulang”
2. Waktu : “Waktunya 30 menit ya pak”
3. Tempat : “Tempatnya di sini saja pak”

2. Fase Kerja
“Baiklah bapak sekarang kita akan membuat jadwal aktivitas Cinta di rumah dimulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, termasuk jadwal minum obat Cinta.
Nah, berarti bapak harus menulis semua aktivitas Cinta secara terjadwal.
Setelah di rumah nanti bapak harus selalu mengawasi Cinta dan apabila ada hal-hal yang tidak bapak ketahui, bapak bisa hubungi petugas kesehatan terdekat. Jangan lupa juga sebelum obat habis, bapak sudah kontrol agar petugas kesehatan nantinya bisa membantu bapak apakah Cinta masih memerlukan obat atau tidak.
Bagaimana bapak? Apakah bapak sudah paham?
Coba bapak simpulkan yang telah kita bicarakan tadi!
Betul sekali pak, bapak sudah paham.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tadi?
b. Evaluasi Objektif
Coba bapak buat contoh jadwal aktivitas Cinta termasuk minum obat.
Bagaimana kalau bapak Cinta sudah pulang? Apa yang perlu bapak lakukan?
Bagus bapak sudah paham
c. Rencana Tindak Lanjut
“Nah mulai sekarang bapak buat jadwal untuk aktivitas Cinta agar setelah pulang bisa langsung dipraktekkan”
Kalau ada kesulitan bapak bisa hubungan perawat.
Terimakasih bapak, senang bisa membantu bapak

























DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

ASKEP HALUSINASI

Bab I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi adalah gangguan persepsi pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik. Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

B . Pembatasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penyusun hanya membatasi topik pada :
1. Pengertian Halusinasi
2. Tanda – Gejala Halusinasi
3. Etiologi Halusinasi
4. Rentang Respon Halusinasi
5. Pohon Masalah Halusinasi
6. Penatalaksanaan Medis Halusinasi
7. Asuhan Keperawatan Halusinasi
8. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

C . Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan Pengertian Halusinasi
2. Untuk menjelaskan Tanda – Gejala Halusinasi
3. Untuk menjelaskan Etiologi Halusinasi
4. Untuk menjelaskan Rentang Respon Halusinasi
5. Untuk menjelaskan Pohon Masalah Halusinasi
6. Untuk menjelaskan Penatalaksanaan Halusinasi
7. Untuk menjelaskan Asuhan Keperawatan Halusinasi
8. Untuk menjelaskan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

D . Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Studi Pustaka
2. Diskusi kelompok
3. Browsing internet



















Bab II
KONSEP DASAR

A. MASALAH UTAMA
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Menurut Cook dan Fontaine ( 1987 ) Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Klien marasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu prubahan persepasi sensori ; halusinasi bisa juga di artikan sebagai persepsi sensori tentang objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adannya rangsang dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan).
Menurut DEPKES RI ( 2000 ) Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah ketika individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari lingkungan.

Jenis – jenis halusinasi
Jenis Halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi Dengar
( klien mendengar suara/ bunyi yang tidak ada hubunganya dengan stimulus yang nyata / lingkungan ) • Bicara / tertawa sendiri
• Marah tanpa sebab
• Mendekatkan telinga ke arah tertentu
• Menutup telinga • Mendengar suara – suara / kegaduhan
• Mendengar suara yang mengajak bercakap – cakap
• Mendengar suara menyruh melakukan sesuatu yang berbahaya
Halusinasi Penglihatan
( klien melihat gambaran yang jelas / samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya ) • Menunjuk – nunjuk kearah tertentu
• Ketakutan pada sesuatu
• Melihat bayangan sinar, bentuk simetris, kartun, melihat hantu, atau monster

Halusinasi Penciuman
( klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata ) • Mengendus –endus seperti sedang membaui bau – bauan tertentu
• Menutup hidung • Membau – bauiseperti bau darah, urine, feces, dan berkadang bau tersebut menyenangkan klien
Halusinasi Pengecapan
( klien mencium sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak ) • Sering meludah
• muntah • merasakan rasa seperti feses, urine, dan darah

Halusinasi Perabaan
( klien sering merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata ) • menggaruk – garuk permukaan kulit
• menagatakan ada serangga di permukaan kulit
• merasa sepert tersengat listrik

2. Tanda – Gejala
Tanda dan gejala Perubahan persepsi sensori halusinasi menurut Mary C. Townsend, (1998 : 98 – 103 ).
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa sesuatu tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
j. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
k. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
l. Muka merah dan kadang pucat.
m. Ekspresi wajah tenang.
n. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.

3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupaun keluarganya. Faktor predisposisi dapa meliputi :
• Faktor Perkembangan
Jika tugas perkemabangan mengalami hambatan dan hubungan intrapersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan
• Faktor Sosiokultural
Berbagi faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarknya.
• Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase ( DMP ).



• Faktor Psikologis
Hubungan intrapersonal yang tidak harmonis serta adanay peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan menagkibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas
• Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubngan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaiutu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

4. Rentang Respon
a. Tahap I ( Non – psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mamapu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. Secara unum pada tahap ini merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran
Prilaku yang muncul
1) Tersenyum atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi

b. Tahap II ( Non – psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang ada dapat menyebabkan antipati
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut
2) Mulai merasa kehilangan kontrol
3) Menrik diri dari orang lain
Prilaku yang muncul
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD
2) Perhatian terhadap lingkunagn menurun
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
4) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinai dan realita

c. Tahap III ( Psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol didinya sendiri, tingkat kecemasnan berat, dan halusiansi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2) Isi halusinasi menjadi atraktif
3) Klien menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
Prilaku yang muncul
1) Klien menuruti perintah halusinasi
2) Sulit berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
4) Tidak mampu emngikuti perintah yang nyata
5) Klien tampak temor dan berkeringat

d. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Prilaku yang muncul
1) Risiko tinggi mencederai
2) Agitasi / kataton
3) Tidak mampu merespons rangsang yang ada

5. Pohon Masalah
Effect Risiko Tinggi Prilaku Kekerasan


Core Problem Perubahan Persepsi Sensori; Halusinasi


Causa Isolasi Diri


Harga Diri Rendah Kronis

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

Bab III
PEMBAHASAN

I. KASUS
Tn. Sudi di rawat di RSJ Magelang dengan riwayat putus cinta dengan kekasihnya satu kali, kemudian oleh keluarga klien dinikahkan. Setelah menikah selama tiga bulan, istri meniggalkanya dan klien sudi merasa sangat kecewa, sering menyendiri, melamun, tak mau makan kemudian klien dirawat di RSJ Jakarta Selatan selama 8 bulan.
Setelah keluar dari rumah sakit, beberapa hari kemudian klien mulai melamun dan mendengar suara – suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas dan piring, sehingga dibawa oleh keluargnya ke RSJ Magelang.
Saat ini klien mendengar suara – suara dan klien menanyakan perawat apakah boleh berteman dengan roh halus, krena dia yang sering mengajaknya berbicara.

II. ASUHAN KEPERWATAN
1. Pengkajian
DS
• Klien mengatakan putus cinta dengan kekasihnya satu kali
• Klien mengatakan setelah menikah selama tiga bulan, istri meniggalkanya
• Klien mengatakan mendengar suara – suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas DO
• Klien sering menyendiri, melamun,
• Klien tak mau makan
• Klen Pernah dirawat di RSJ Jakarta Selatan selama 8 bulan.


2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi.
2. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa
Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
Tujuan : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal.
2. Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi pasien untuk digunakan
3. Pasien dapat menggunakan keluarga pasien untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering berinteraksi dengan keluarga.
Intervensi :
a) Bina Hubungan saling percaya
b) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c) Dengarkan ungkapan klien dengan empati
d) Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu disesuaikan dengan kondisi klien).
e) Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
f) Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan tingkah laku halusinasi.
g) Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi.
h) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat alami halusinasi.
i) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang mengalami halusinasi.
j) Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
k) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien.
l) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
m) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami halusinasi.
n) Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol halusinasi.
o) Bantu klien menggunakan obat secara benar.
Diagnosa 2.:
Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat dan mau berjabat tangan.
2. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama.
3. Pasien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri.
4. Pasien mau berhubungan dengan orang lain.
5. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan keluarga
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Buat kontrak dengan klien.
c) Lakukan perkenalan.
d) Panggil nama kesukaan.
e) Ajak pasien bercakap-cakap dengan ramah.
f) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien tidak mau bergaul/menarik diri.
g) Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang mungkin jadi penyebab.
h) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.
i) Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan.
j) Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-tahap yang ditentukan.
k) Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai.
l) Anjurkan pasien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan.
m) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan pasien mengisi waktunya.
n) Motivasi pasien dalam mengikuti aktivitas ruangan.
o) Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan.
p) Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
q) Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan car a keluarga menghadapi.
r) Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi.
s) Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok pasien minimal sekali seminggu.
Diagnosa 3.:
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan : Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
2. Pasien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
3. Pasien mampu memulai mengevaluasi diri
4. pasien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya
5. Pasien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencanan
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari segi fisik.
b. Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya.
c. Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang menonjol selama di rumah dan di rumah sakit.
d. Berikan pujian.
e. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pasien
f. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien.
g. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien.
h. Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana penialian pasien terhadap stressor.
i. Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor mempengaruhi pikiran dan perilakunya.
j. Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak realistic.
k. Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
l. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok.
m. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif.
n. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptive.
o. Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang dapat merubah dirinya bukan orang lain
p. Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan perawat).
q. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan / tujuannya.
r. Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan.
s. Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai potensi yang ada pada dirinya.











Bab IV
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SP Ip)
Nama Klien : Tn. Sudi
Ruang / RSJ : RSJ Magelang.
Diagnosa : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar
Kontrak : Tanggal 6 Mei 2010

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS • Klien mengatakan putus cinta dengan kekasihnya satu kali
• Klien mengatakan setelah menikah selama tiga bulan, istri meniggalkanya
• Klien mengatakan mendengar suara – suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas
DO • Klien sering menyendiri, melamun,
• Klien tak mau makan
• Klen Pernah dirawat di RSJ Jakarta Selatan selama 8 bulan.

2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar

3. TUK / SP I
a. Mengidentifikasi Jenis Halusinasi
b. Mengidentifikasi Isi Halusinasi Pasien
c. Mengidentifikasi Waktu Halusinasi Pasien
d. Mengidentifikasi Frekuensi Halusinasi Pasien
e. Mengidentifikasi Situasi yang menimbulkan Halusinasi Pasien
f. Mengidentifikasi Respon Pasien Terhadap Halusinasi
g. Menganjurkan Pasien Menghardik Halusinasi
h. Menganjurkan Pasien Memasukkan Cara Menghardik Halusinasi Dalam Jadwal Kegiatan Harian Pasien

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi Jenis Halusinasi
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengidentifikasi jenis halusinasi dengan cara sebagai berikut :

b. Mengidentifikasi Isi Halusinasi Pasien
c. Mengidentifikasi Waktu Halusinasi Pasien
d. Mengidentifikasi Frekuensi Halusinasi Pasien
e. Mengidentifikasi Situasi yang menimbulkan Halusinasi Pasien
f. Mengidentifikasi Respon Pasien Terhadap Halusinasi
g. Menganjurkan Pasien Menghardik Halusinasi
h. Menganjurkan Pasien Memasukkan Cara Menghardik Halusinasi Dalam Jadwal Kegiatan Harian Pasien

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
Salam terapeutik.
 Selamat pagi mas ?
 Perkenalkan nama saya ….. dari AKPER STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, saya dinas disini  2 minggu.
 Nama mas siapa ?
 Mas suka dipanggil siapa ?
Evaluasi / validasi
 Bagaimana perasaan mas kali ini ?
 Apa yang menyebabkan mas masuk / dirawat di RSJ Magelang ini
Kontrak
 Topik : Bagimana kalau kita bincang – bincang sebentar tentang hal – hal positif yang bisa mas rasakan sekarang ?
 Waktu : jam berapa kita akan berbincang – bincang ?gimana kalu waktunya 10 menit saja ?
 Tempat : mas mau bincang – bincang dimana ?

2. Fase Kerja
 Apakah mas.. mengalami sesuatu, medengar/ melihat, merasakan sesuatu saat mas ..sedirian ?
 Saya percaya mas.. medengar suara-suara itu, tetapi saya tidak medengarnya.
 Tapi jangan Khawatir mas ....tidak mengalami sendiriaan , ada teman lain yang juga mengalami hal yang sama dengan mas ....., dan saya akan membantu mas untuk menghilangkan suara-suara tersebut.
 Coba mas ... ceritakan suara-suara yang sering mas dengar
 Apa mas ... bisa mengenali suara tersebut?
 Kalau mas ... kenal suara itu, suara siapakah?
 Kapan saja suara itu datang? Berapa kali muncul dalam sehari?
 Apa yang mas ...... lakukan jika suara itu muncul?
 Apakah mas ... mengikuti suara-suara yang didengar?
 Bagaimana perasaan mas ... saat suara itu muncul?
 Bila suara aneh yang didengar muncul, maukah mas ...... mencoba mengusir suara aneh itu . Coba usir suara itu dengan mengatakan di dalam hati ” Saya tidak mau dengar kata-kata kamu. Pergi, pergi, pergi ...”
 Baiklah mas... sekarang kita masukkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan cara mengusir/ merhardik kedalam buku harian mas.... mari saya bantu.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan mas ... setelah kita berbincang-bincang tadi?
b. Evaluasi obyektif
Jadi seperti yang mas ... katakan tadi, suara yang mas dengar adalah suara ... Suara itu muncul pada saat ..., dan dalam sehari bisa muncul ... kali. Kemudian yang mas rasakan dan lakukan setelah mendengar suara itu adalah ... Bila suara aneh yang didengar muncul, maukah mas ...... mencoba mengusir suara aneh itu dengan menatakan apa mas .... ? Bagus saya senang mau melakukannya.
c. Rencana tindak lanjut
Bagaimana kalau mas ... mendengar suara-suara itu lagi, tolong mas nanti panggil perawat agar dibantu.atau mas bisa mengusir suara –suara tadi dengan cara yang sudah tadi saya ajarkan.
d. Kontrak
 Topik : Nanti siang kita akan bercakap-cakap lagi, apa Mas mau? Kita akan membicarakan tentang cara lain untuk mengendalikan suara-suara itu yaitu dengan cara kedua : bercakap-cakap dengan orang lain.
 Tempat : Bagaimana kalau di tempat ini lagi? Kita ngobrolnya ?
 Waktu : Mungkin kita akan butuh waktu 15 menit. Bersedia ya..?
” Sekarang mas mau kemana ? mari saya bantu kekamar, mas... mau istirahat dulu ya ?













STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SP IIp)

Nama Klien : Tn. Sudi
Ruang / RSJ : RSJ Magelang.
Diagnosa : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar
Kontrak : Tanggal 6 Mei 2010

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS • Klien mengatakan putus cinta dengan kekasihnya satu kali
• Klien mengatakan setelah menikah selama tiga bulan, istri meniggalkanya
• Klien mengatakan mendengar suara – suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas
DO • Klien sering menyendiri, melamun,
• Klien tak mau makan
• Klen Pernah dirawat di RSJ Jakarta Selatan selama 8 bulan.

2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar

3. TUK / SP I
a. Mengevaluasi Jadwal Kegiatan Pasien
b. Melatih Paseien mengendalikan Halusinasi Dengan Cara Bercakap – Cakap Dengan Orang Lain
c. Menganjurkan Pasien Memassukkan Jadwal Kegiatan Harian

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi Jadwal Kegiatan Pasien
b. Melatih Paseien mengendalikan Halusinasi Dengan Cara Bercakap – Cakap Dengan Orang Lain
c. Menganjurkan Pasien Memassukkan Jadwal Kegiatan Harian

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam teraupetik
Selamat siang mas... Apakah masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah masih mendengar suara-suara yang kita bicarakan tadi pagi ?Apakah mas sudah lakukan cara untuk mengendalikan halusinasi seperti yang saya ajarkan kemarin? Apakah suara –suara itu hilang / pergi ?
c. Kontrak
 Topik : Seperti janji saya tadi pagi, sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana supaya suara yang mas dengar dapat dikendalikan dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
 Tempat : Bagaimana kalau di sini saja? Atau mau di tempat lain ..?
 Waktu : Bagaimana kalau 10 menit saja? Mau ya..?

2. Fase Kerja
 Sekarang saya akan ajarkan mas ... cara kedua untuk dapat mengendalikan suara-suara yang menggangu ms...... selam ini.
 Bila cara yang saya ajarkan kemarin belum bisa untuk mengendalikan halusinasi yang mas alami, cobalah mas untuk bercakap-cakap dengan orang lain bisa perawat
atau teman mas lainnya.Yang penting disini adalah usahakan mas jangan melamun/merenung seorang diri.
 Bagaimana mas ... sudah jelas?

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan mas ... setelah kita berbincang-bincang hari ini?
b. Evaluasi obyektif
Cara lain untuk mengendalikan halusinasi dengar yaitu dengan apa mas ? Bagus masih ingat semuanya.
c. Rencana tindak lanjut
Mas ... kalau suara-suara itu muncul lagi , mas ... bisa mencoba salah satu cara yang sudah mas .... sebutkan tadi..
d. Kontrak
 Topik : besok kita akan bercakap-cakap tentang cara mengontrol suara-suara dengan cara melakukan kegiata-kegiatan di ruangan.
 Tempat : kita akan bercakap-cakap disini juga ya, setuju?
 Waktu : 10 menit saja. Sekarang mas mau kemana ? jangan di kamar terus , nonton TV aja ya mas .. ! ”

















STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SP IIIp)

Nama Klien : Tn. Sudi
Ruang / RSJ : RSJ Magelang.
Diagnosa : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar
Kontrak : Tanggal 6 Mei 2010

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS • Klien mengatakan putus cinta dengan kekasihnya satu kali
• Klien mengatakan setelah menikah selama tiga bulan, istri meniggalkanya
• Klien mengatakan mendengar suara – suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas
DO • Klien sering menyendiri, melamun,
• Klien tak mau makan
• Klen Pernah dirawat di RSJ Jakarta Selatan selama 8 bulan.

2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar

3. TUK / SP I
a. Mengevaluasi Jadwal Kegiatan Pasien
b. Melatih Paseien mengendalikan halusinasi Dengan Melakukan Kegiatan ( kegiatan yang bisa dilakukan Pasien )
c. Menganjurkan Pasien Memassukkan Jadwal Kegiatan Harian

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi Jadwal Kegiatan Pasien
b. Melatih Paseien mengendalikan halusinasi Dengan Melakukan Kegiatan ( kegiatan yang bisa dilakukan Pasien )
c. Menganjurkan Pasien Memassukkan Jadwal Kegiatan Harian
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam teraupetik
Selamat pagi mas... Apakah masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/validasi
 Bagaimana perasaannya hari ini?
 Apakah masih mendengar suara-suara?
 Apakah mas sudah lakukan ara untuk mengendalikan halusinasi seperti yang saya ajarkan kemarin?
c. Kontrak
 Topik : Seperti janji saya kemarin, sekarang saya akan mengajarkan mas ... mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti yang mas lakukan di rumah.
 Tempat : Bagaimana kalau di sini saja?
 Waktu : Bagaimana kalau 10 menit saja?

2. Fase Kerja
 Cara ketiga untuk mengendalikan halusinasi adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti yang mas lakukan di rumah misal membersihkan rumah, membaca buku, olah raga, nonton TV dll.
 Baiklah sekarang mari kita buat jadwal kegiatan harian dari pagi sesudah bangun tidur sampai malam hari sebelum tidur.
 Hal ini tujuannya untuk meminimalkan mas
mendengar suara-suara aneh itu . ( buat jadwal kegiatan bersama klien/ yang di sepakati oleh klien )
 Bagus, sekarang mas... sudah memiliki jadwal kegiatan harian untuk hari ini , yang untuk besok dan hari selanjutnya nanti kita buat bersama – sama lagi ya mas ....?

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan mas ... setelah kita berbincang-bincang hari ini?
b. Evaluasi obyektif
 Cara ketiga untuk mengendalikan halusinasi dengar yaitu apa mas ....?
 Bagus mas .... bisa menyebutkannya . dengan melakukan kegiatan – kegiatan yang sesuai dengan jadwal kegiatan harian yang telah kita buat tadi, berarti tidak ada waktu untuk melamun/merenung sendiri.
c. Rencana tindak lanjut
Mas ... mau kan melaksanakan kegiatan – kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ? dan jangan lupa di buat juga jadwal kegiatan hariannya untuk hari besok dan hari- hari selanjutnya. Nanti saya akan Bantu
d. Kontrak
 Topik : besok kita akan bercakap-cakap tentang obat-obatan yang Mas ... minum dimana gunanya untuk mengatasi suara yang didengar dan mengganggu.
 Tempat : kita akan bercakap-cakap disini juga ya, setuju?
 Waktu : 10 menit saja.
” Sekarang mas... mau kemana ? Bagaimana kalau mas ikut berkumpul dengan temam- temanya yang lain di taman, kan bisa ngobrol-ngobrol, jangan melamun lagi ya. ”






STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SP IVp)

Nama Klien : Tn. Sudi
Ruang / RSJ : RSJ Magelang.
Diagnosa : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar
Kontrak : Tanggal 6 Mei 2010

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS • Klien mengatakan putus cinta dengan kekasihnya satu kali
• Klien mengatakan setelah menikah selama tiga bulan, istri meniggalkanya
• Klien mengatakan mendengar suara – suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas
DO • Klien sering menyendiri, melamun,
• Klien tak mau makan
• Klen Pernah dirawat di RSJ Jakarta Selatan selama 8 bulan.

2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar

3. TUK / SP I
a. Mengevaluasi Jadwal Kegiatan Pasien
b. Memberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Penggunaan Obat Secara Teratur
c. Menganjurkan Pasien Memassukkan Jadwal Kegiatan Harian

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi Jadwal Kegiatan Pasien
b. Memberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Penggunaan Obat Secara Teratur
c. Menganjurkan Pasien Memassukkan Jadwal Kegiatan Harian
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi Mas ...
b. Evaluasi/validasi
 Mas ... kelihatan segar pagi ini. Bagaimana perasaan Mas?
 Bagaimana saat suara-suara terdengar dan apakah mas mencoba cara yang kita bicarakan kemarin, apakah berhasil? (bila sudah, berikan pujian) Bagus ....
 Boleh saya lihat Jadwal Kegiatan hariannya ?
c. Kontrak
Pagi ini saya akan menjelaskan pada mbak obat-obat yang mas... minum. Bagaimana kalau kita sekarang berbincang-bincang di tempat ini Sekitar 10 menit saja?

2. Fase Kerja
 Ini mas, obat-obatan yang nanti diminum. Yang warna merah namanya CPZ, yang putih kecil ini Haloperidol. Obat-obat ini gunanya untuk mengendalikan suara-suara yang sering mas ... dengar. Obat ini diminum 3x sehari, masing-masing 1 tablet tidak boleh lebih atau kurang.
 Dengan minum obat ini mas ... akan mengantuk, emas, ingin tidur terus tapi itu tidak apa-apa. Perawat akan selalu memantau mas dengan mengukur tensi darah mas 3x sehari.
 Bagaimana apa mas ... sudah jelas?
 Obat ini harus tetap diminum terus, mungkin berbulan-bulan atau bahkan bisa selamanya. Tidak usah kuatir obat ini aman jika mas minum sesuai apa yang dianjurkan.
 Jangan berhenti minum obat walaupun mas sudah merasa sehat. Kalau mas ... menghentikan obat tanpa sepengetahuan dokter dan perawat, gejala-gejala seperti yang mas alami seperti sekarang akan muncul lagi.
 Mas ... harus mengingat lima hal saat minum obat yaitu :
1. Benar obat,
2. Benar bahwa obat ini untuk mas
3. Benar cara meminumnya, langsung ditelan
4. Benar waktunya
5. Benar dosisnya
 Ingat ya mas ...

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana mas ... apakah sudah jelas?
b. Evaluasi obyektif
Coba mas sebutkan jenis obat yang mas minum. Coba sebutkan lima hal saat minum obat!
c. Tindak lanjut
Karena mas sudah paham tentang obat yang diminum, mas dapat langsung meminum obatnya jika waktu pemberian obat sudah tiba.
d. Kontrak yang akan dating
Besok kita ketemu lagi ya mas ...Kita akan membahas tentang masalah dengan keluarga Mas ...









STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I k)

Hari/tgl : ......................................

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Keluarga klien mengatakan di rumah klien kadang-kadang ngomel-ngomel sendiri.
DO : Keluarga klien tidak apa yang terjadi pada klien

2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar

3. TUK / SP I
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan jenis halusinasi yang dialami pasien serta proses terjadinya
c. Menjelaskna cara – cara merawat pasien halusinasi

4. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan jenis halusinasi yang dialami pasien serta proses terjadinya
c. Menjelaskna cara – car merawat pasien halusinasi

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi .......! Perkenalkan nama saya …, saya yang merawat anak ibu di sini, boleh tahu nama ibu siapa?
b. Evaluasi/validasi
 Bagaimana perasaan ibu dengan dirawatnya anak ibu di sini?
 Apakah yang membuat ibu membawa anak ibu ke rumah sakit?
c. Kontrak
Saat ini saya akan menjelaskan masalah yang dialami oleh anak Ibu dan bagaimana cara penanganan yang Ibu bisa lakukan untuk membantu mengatasi masalah yang dialami anak Ibu. Bagaimana kalau kita berbicara di ruang terapi? Mungkin sekitar 15 menit. Bagaimana apakah ibu bersedia ?

2. Fase Kerja
”Saat ini anak Ibu mengalami masalah gangguan jiwa yang disebut Halusinasi. Halusinasi yang dialaminya merupakan gangguan yang dialami oleh seseorang dimana orang itu mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada suara atau bendanya dan orang lain tidak mengalami atau merasakan seperti yang dialami anak Ibu. Apabila anak Ibu tersenyum atau berbicara sendiri itu marena menurutnya dia sedang berbicara dengan suara yang didengarnya.
Bagaimana Ibu sudah jelas? Nah, oleh sebab itu untuk mengatasinya, bila anak Ibu kelihatan tersenyum
atau berbicara sendiri langsung saja tanyakan dia sedang tersenyum atau berbicara dengan siapa. kalo perlu bersama dengan keluarga yang lain, ajak anak Ibu untukberbincang-bincang.
Jangan biarkan anak Ibu melamun dan juga bantu dia untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang terarah setiap waktu serta pantau untuk minum obatnya secara teratur. Demikian yang bisa saya jelaskan, ada yang ingin ditanyakan ?

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaiman perasaan Ibu setelah kita berbincang-bincang?
b. Evaluasi obyektif
Jadi bila halusinasi anak Ibu muncul, Ibu bisa mengajaknya mengobrol, bantu aktivitas dan bantu minum obat secara teratur.
c. Tindak lanjut
Apabila Ibu memerlukan informasi lebih lanjut, Ibu bisa datang kesini secara langsung atau bisa menelepon Rumah sakit ini selama saya masih praktek di tempat ini. Silakan Ibu bersama keluarga bisa mencoba apa yang saya sarankan tadi.
d. Kontrak yang akan dating
Minggu depan kita bisa ketemu lagi, saya akan menjelaskan masalah lain yang juga dialami oleh anak Ibu.
Terima kasih atas kesediaan Ibu telah datang kemari.



















STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP II k)

Hari/tgl : ......................................

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Keluarga klien mengatakan di rumah klien kadang-kadang ngomel-ngomel sendiri.
DO : Keluarga klien tidak apa yang terjadi pada klien

2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar

3. TUK / SP I
a. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien dengan halusinasi

4. Tindakan Keperawatan
a. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien dengan halusinasi

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi .......! Perkenalkan nama saya …, saya yang merawat anak ibu di sini, boleh tahu nama ibu siapa?
b. Evaluasi/validasi
 Bagaimana perasaan ibu dengan dirawatnya anak ibu di sini?
 Apakah yang membuat ibu membawa anak ibu ke rumah sakit?
c. Kontrak
Saat ini saya akan menjelaskan masalah yang dialami oleh anak Ibu dan bagaimana cara penanganan yang Ibu bisa lakukan untuk membantu mengatasi masalah yang dialami anak Ibu. Bagaimana kalau kita berbicara di ruang terapi? Mungkin sekitar 15 menit. Bagaimana apakah ibu bersedia ?

2. Fase Kerja
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasidan melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien dengan halusinasi

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaiman perasaan Ibu setelah kita mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi dan cara merawat langsung kepada pasien dengan halusinasi
b. Evaluasi obyektif
Jadi sekarang ibu sudah bisa merawat pasien dengan halusinasi dirumah.
c. Tindak lanjut
Apabila Ibu memerlukan informasi lebih lanjut, Ibu bisa datang kesini secara langsung atau bisa menelepon Rumah sakit ini selama saya masih praktek di tempat ini. Silakan Ibu bersama keluarga bisa mencoba apa yang saya sarankan tadi.
d. Kontrak yang akan dating
Minggu depan kita bisa ketemu lagi, saya akan menjelaskan Melatih ibu membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat. Terima kasih atas kesediaan Ibu telah datang kemari.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP III k)

Hari/tgl : ......................................

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Keluarga klien mengatakan di rumah klien kadang-kadang ngomel-ngomel sendiri.
DO : Keluarga klien tidak apa yang terjadi pada klien

2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar

3. TUK / SP I
a. Melatih keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
b. Menjelaskan folloe up pasien setelah pulang

4. Tindakan Keperawatan
a. Melatih keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
b. Menjelaskan folloe up pasien setelah pulang

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi .......! Perkenalkan nama saya …, saya yang merawat anak ibu di sini, boleh tahu nama ibu siapa?
b. Evaluasi/validasi
 Bagaimana perasaan ibu dengan dirawatnya anak ibu di sini?
 Apakah yang membuat ibu membawa anak ibu ke rumah sakit?
c. Kontrak
Saat ini saya akan melatih ibu membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat dan Menjelaskan folloe up setelah pulang. Bagaimana kalau kita berbicara di ruang terapi? Mungkin sekitar 15 menit. Bagaimana apakah ibu bersedia ?

2. Fase Kerja
Melatih ibu membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat dan Menjelaskan folloe up setelah pulang

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaiman perasaan Ibu setelah kita latihan membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat dan penjelaskan folloe up setelah pulang ?
b. Evaluasi obyektif
Jadi bila halusinasi anak Ibu muncul, Ibu bisa mengajaknya mengobrol, bantu aktivitas dan bantu minum obat secara teratur.
c. Tindak lanjut
Apabila Ibu memerlukan informasi lebih lanjut, Ibu bisa datang kesini secara langsung atau bisa menelepon Rumah sakit ini selama saya masih praktek di tempat ini. Silakan Ibu bersama keluarga bisa mencoba apa yang saya sarankan tadi.
d. Kontrak yang akan dating
Apabila Ibu memerlukan informasi lebih lanjut, Ibu bisa datang kesini secara langsung atau bisa menelepon Rumah sakit ini selama saya masih praktek di tempat ini


Bab V
PENUTUP
Kesimpulan
a) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan Halusinasi adalah gangguan persepsi pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi
b) Diagnosa yang mungkin muncul pada gangguan persepsi halusinasi adalah
1. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi.
2. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.




















DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. 2000. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Dep. Kes R.I.
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000